Prof. Syam: Aisyiyah–Nasyiatul Aisyiyah Teguhkan Gerakan Perempuan Muslim Berkemajuan di Era Digital

Siti Syamsiyatun (kanan), Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Aisyiyah saat menyampaikan materi pada DANA III Jawa Timur

nasyiahjatim.or.id—Gerakan perempuan Muhammadiyah terus menunjukkan relevansinya dalam menjawab tantangan zaman. Melalui kiprah Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, dakwah perempuan tidak lagi terbatas pada pelayanan karitatif, tetapi bergerak menuju advokasi sistemik yang menyentuh akar persoalan sosial, keadilan gender, dan keberlanjutan kehidupan di era digital.

Gagasan tersebut disampaikan Siti Syamsiyatun, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat Aisyiyah sekaligus penulis buku Pergolakan Putri Islam, dalam kegiatan Darul Arqam Nasyiatul Aisyiyah (DANA) III Jawa Timur yang digelar di SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya. Dalam forum kaderisasi tersebut, ia memaparkan materi bertajuk Dinamika dan Strategi Perjuangan Perempuan Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah.

Prof. Syam—panggilan akrabnya, menegaskan bahwa gerakan perempuan Muhammadiyah memiliki fondasi ideologis yang kuat sekaligus kemampuan adaptif dalam merespons perubahan zaman. Identitas Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, menurutnya, berakar pada keteladanan Ummul Mukminin 'Aisyah r.a., sosok perempuan berpengetahuan luas, berintegritas, peduli pada lingkungan sosial, serta aktif terlibat dalam dinamika masyarakat.

"Transformasi dakwah Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah," paparnya, "Berlangsung dari pendekatan pelayanan charity-karitatif menuju advokasi sistemik. Perjuangan perempuan tidak lagi berhenti pada pemenuhan kebutuhan praktis, tetapi diarahkan pada pembelaan kepentingan gender strategis yang berkelanjutan, terutama dalam konteks relasi kuasa, kebijakan publik, dan ruang digital."

Landasan ideologis gerakan ini bersumber dari nilai-nilai Al-Qur’an. QS Al-Ma’un menjadi dasar keberpihakan kepada kaum mustadh‘afin, QS An-Nahl ayat 97 menegaskan kesetaraan nilai amal dan iman laki-laki serta perempuan, sementara QS At-Taubah ayat 71 menjadi pijakan relasi kesalingan (mubadalah) antara perempuan dan laki-laki beriman. Dalam praktiknya, fikih perempuan dan keluarga terus dikembangkan secara progresif, melampaui isu domestik menuju kesetaraan gender yang komprehensif.

Pada ranah strategis, akses pendidikan menjadi pilihan utama gerakan. Aisyiyah mengelola jaringan pendidikan formal dari PAUD hingga perguruan tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah, sekaligus menguatkan pendidikan nonformal melalui pengajian, study group, Sekolah Wirausaha Aisyiyah, serta pelatihan kader seperti Darul Arqam Nasyiatul Aisyiyah (DANA) dan Latihan Instruktur nasyiatul Aisyiyah (LINA). Upaya ini ditujukan untuk melahirkan perempuan yang sadar hak sipil dan memiliki daya tawar intelektual di ruang publik.

Sektor kesehatan dan kesehatan reproduksi juga menjadi perhatian serius. Melalui Program Pashmina, Gerakan Zero Stunting, dan Lumbung Hidup, kader Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah aktif memastikan hak kesehatan perempuan dan anak terpenuhi tanpa diskriminasi. Investasi pada kesehatan ibu dan anak dipandang sebagai investasi jangka panjang bagi masa depan kemanusiaan.

Di bidang ekonomi, gerakan perempuan Muhammadiyah mendorong kemandirian dan keberdayaan melalui BUANA dan BUEKA. Selain inkubasi usaha, advokasi kebijakan tempat kerja ramah perempuan—seperti ruang menyusui, cuti melahirkan, dan lingkungan kerja yang aman—terus diperjuangkan sebagai bagian dari keadilan struktural.

Penguatan keluarga tangguh dan sakinah turut menjadi fokus. Gerakan ini aktif mencegah perkawinan anak, mengadvokasi pencatatan perkawinan, mengampanyekan prinsip monogami berkeadilan, serta mendorong relasi suami-istri yang adil melalui praktik mu‘asyarah bil ma‘ruf. Perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dilakukan melalui layanan konsultasi dan pendampingan hukum.

Selain itu, Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah menginisiasi gerakan penyelamatan lingkungan dan pangan lokal bergizi. Literasi pengelolaan sampah berbasis 3R, gerakan Green Muhammadiyah, serta penguatan ketahanan pangan melalui Lumbung Hidup menempatkan perempuan sebagai aktor utama pelestarian lingkungan dan pengambil kebijakan di tingkat lokal.

Memasuki era digital, tantangan berupa objektifikasi perempuan, kekerasan berbasis gender online (KBGO), polarisasi narasi keagamaan, serta dominasi “otoritas instans” di media sosial menjadi perhatian serius. Menjawab tantangan tersebut, Nasyiatul Aisyiyah mengembangkan strategi dakwah digital berkemajuan melalui literasi digital, produksi konten moderat dan bermartabat, serta digitalisasi layanan konseling kesehatan dan hukum.

Ke depan, Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah harus kian menegaskan diri sebagai gerakan perempuan Muslim berkemajuan yang berakar kuat pada nilai Islam, responsif terhadap tantangan zaman, dan berorientasi pada keadilan serta kemanusiaan. Gerakan ini mengajak kader perempuan untuk terus bergerak, berdaya, dan berjuang dengan gembira serta penuh makna.

Hervina Emzulia