| Dr. Muhammad Shilihin, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur hadir pada Pembukaan DANA III Jawa Timur |
nasyiahjatim.or.id—Darul Arqam Nasyiatul Aisyiyah (DANA) III Jawa Timur resmi dibuka Jumat (26/12/2025) di Auditorium Prof. Din Syamsuddin, The Millennium Building, SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya.
Agenda formal di Nasyiatul Aisyiyah ini merupakan sebagai uang kaderisasi ideologis yang tidak hanya berpijak pada teori, tetapi juga
bergerak nyata di tengah masyarakat.
Dalam sambutan
pembukaannya, Dr. Muhammad
Sholihin, M.P.S.D.M., Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa
Timur, menegaskan bahwa perkaderan adalah jantung kehidupan organisasi.
Melalui
perkaderan, lanjut mantan Kepala SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya ini, nilai ideologis ditanamkan secara kokoh—pertama, nilai Islam, dan kedua, nilai Muhammadiyah—agar kader tidak
hanya aktif secara struktural, tetapi juga matang secara pemikiran dan
karakter.
Hal ini menjadi penanda penting bahwa proses perkaderan bukanlah agenda
seremonial, melainkan proses didik
diri yang terpadu, terencana, dan berkesinambungan untuk menanamkan
nilai-nilai dasar gerakan.
Muhammadiyah, sebagaimana ditegaskan beliau, "Adalah gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid yang
berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Gerakan ini hadir untuk menjawab persoalan
umat dan kemanusiaan, bukan sekadar menjaga simbol dan tradisi."
Ideologi Muhammadiyah:
Melawan Masalah Umat, Membangun Manusia Seutuhnya
Ideologi Muhammadiyah
diarahkan untuk memerangi problem mendasar kehidupan manusia. Pertama, kebodohan; yang hanya bisa dilawan
dengan ilmu dan kesadaran kritis.
Kedua, kemiskinan; yang tidak cukup disikapi dengan belas kasihan, tetapi
harus dijawab dengan sistem dan pemberdayaan.
Ketiga, pemurnian ajaran Islam; agar umat
tidak terjebak pada praktik yang menjauh dari nilai tauhid. Keempat, pembentukan manusia seutuhnya; manusia
yang sehat lahir dan batin, kuat secara fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Dalam konteks inilah,
Dr. Muhammad Sholihin mengangkat gagasan metrokasi—bahwa dalam gerakan tidak ada darah biru.
Yang ada hanyalah kualitas pribadi dan sejauh mana seseorang memberi manfaat.
Kader dinilai bukan dari asal-usulnya, melainkan dari integritas, kapasitas,
dan kontribusinya.
Living Society: DANA III
yang Turun ke Masyarakat
Sementara itu, Desi Ratna Sari, S.H., Ketua Pimpinan
Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur, menegaskan keistimewaan DANA III
sebagai satu-satunya DANA yang
secara nyata terjun langsung ke masyarakat.
DANA III Jawa Timur
dirancang berbasis living society,
menjadikan masyarakat sebagai ruang belajar sekaligus ladang pengabdian.
Melalui pendekatan ini,
kader tidak hanya berdiskusi tentang persoalan sosial, tetapi berhadapan
langsung dengan realitasnya. Kader belajar memahami kehidupan warga, membangun
empati, dan mengasah kepemimpinan sosial. Inilah kaderisasi yang hidup—kaderisasi
yang membumi.
5M: Pilar Tujuan Kader
Muhammadiyah
Dalam proses kaderisasi
ini, Muhammadiyah menjaga lima tujuan utama atau 5M sebagai arah gerakan. Pertama, memahami Islam dengan semurni-murninya;
menjalankan Islam dengan manhaj yang lurus dan berlandaskan dalil.
Kedua, man power; yaitu membentuk manusia
yang berpikir kritis, berkomitmen, dan mampu menjadi inspirasi melalui pikiran,
ucapan, tindakan, kebiasaan, dan karakter.
Ketiga, manajemen; agar gerakan berjalan tertata dan berkelanjutan.
Keempat, meritokrasi; menjunjung
kualitas pribadi sebagai ukuran utama.
Kelima, mutualisme; membangun relasi sosial yang saling menguatkan dan
menumbuhkan.
Maka di usia 113 tahun, Muhammadiyah harus
menunjukkan daya hidupnya sebagai gerakan Islam modern yang semakin kuat, semakin hebat, semakin
bersemangat, dan semakin memberi manfaat.
DANA III Nasyiatul Aisyiyah
Jawa Timur menjadi bagian dari ikhtiar besar tersebut—menyiapkan kader
perempuan muda berkemajuan yang berideologi kuat, berpijak pada realitas
sosial, dan siap menjadi penggerak perubahan.
Karena sejatinya, kaderisasi
bukan tentang siapa yang paling menonjol, tetapi siapa yang paling siap untuk berguna bagi umat dan kemanusiaan.
Irsha Zayda
Fatma Hajar Islamiyah