Wujudkan Ruang Aman bagi Anak: Benteng Terakhir Bernama Keluarga

Ilustrasi

nasyiahjatim.or.id
Hari-hari ini ada anak-anak perempuan kehilangan ruang aman di rumahnyabahkan oleh orang tuanya sendiri. Setelah beredar situs grup "fantasi sedarah" di Facebook yang sangat menyayat hati, oleh para ibu khususnya.

Mungkin besok, bisa jadi itu terjadi pada anak perempuan temanmu, teman anak perempuanmu, tetanggamu, atau mungkin terjadi pada anak cucu kita. Apakah anak perempuanku baik-baik saja di rumah? Bagaimana jika anak lelakiku atau saudara lelakiku bertemu situs serupa lalu terpengaruh?

Gejolak itu muncul, kekhawatiran tersebut semakin berkelindan di pikiran para ibu yang memiliki anak perempuan atau anak laki-laki yang sedang memegang gawainya, termasuk saya. 

Tidak pernah terbayangkan bagi, kita para ibu, yang tidak tumbuh dengan gawai di masa kecil kita. Bahwa ternyata dibalik ponsel yang kita pegang setiap hari, tersembunyi ruang-ruang gelap dimana fantasi yang menyimpang itu tidak hanya terjadi, tapi juga dirawat, dirayakan, bahkan dibanggakan tanpa rasa malu.

Norma-norma yang berusaha kita tanamkan kepada anak-anak kita, terancam dengan layar kecil yang digenggam oleh anak-anak kita. 

Sebagai kader Muhammadiyah, mari kita refleksikan fenomena yang mengkhawatirkan dengan tuntunan agama yang memberikan ketenangan dan kabar gembira menyikapi problematika ini.

Agama Islam dalam konteks ini adalah fikih memiliki konsep-konsep dalam merespons “suatu masalah”. Fikih, menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, membawa hal-hal baru yang tidak sempit. Maka perlu diterangkan lebih jelas konsep-konsep dari ajaran-ajaran Islam tersebut sehingga betul-betul bisa menjadi pedoman kita dalam merespons masalah menjadi tuntunan yang kokomperhensif, dengan nilai-nilai filosofis dan praktis, untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Fikih” di sini dipahami sebagai totalitas pemahaman terhadap ajaran Islam yang terdiri dari norma berjenjang yang meliputi nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyah), prinsip-prinsip universal (al-ushul al-kulliyah), dan ketentuan hukum praktis (al-ahkam al-far’iyah).

Dengan demikian, gagasan Fikih Muhammadiyah seperi Fikih Keluarga Sakinah dan Fikih Perlindungan Anak pun dibangun dengan mengikuti struktur norma berjenjang tersebut.

Dalam Fikih Keluarga Sakinah Muhammadiyah, disebutkan bahwa pondasi utama keluarga adalah tauhid. Tauhid sebagai pusat kehidupan keluargadalam hal ini memiliki makna bahwa Allah-lah sebaik-baik penjaga dan pemelihara anggota keluarga kita. Maka harus selalu diupayakan kegiatan-kegiatan yang menunjang terjaganya nilai-nilai tauhid dalam keluarga kita.

Fungsi keluarga sebagai penguat spiritual harus terus diciptakan misalnya melalui pembiasaan ibadah bersama dalam keluarga. Dengan keyakinan dan ikhtiar bahwa Allah-lah sebaik penjaga, maka akan meminimalisasi kekhawatiran saat anak-anak tidak sedang dalam jangkauan orang tuanya, sebab kita memiliki Allah yang pasti memelihara anak kita dengan sebaik-baik penjagaan.

Dalam Fikih Keluarga Sakinah terdapat asas karomah insaniyah yang mengantarkan pada pemahaman bahwa setiap anggota keluarga sebagai makhluk Allah memilki kemuliaan dan kedudukan utama yang harus saling dijaga.

Masing-masing anggota keluarga harus berkesedaran untuk saling memuliakan, menghargai, dan mendukung, untuk mewujudkan kebahagiaan lahir batin bersama-sama. Sebab, semua anggota keluarga sadar bahwa tujuan dan pertanggungjawaban untuk saling menjaga serta memuliakan adalah kepada Allah. 

Selain itu, Muhammadiyah juga memiliki Fikih Perlindungan Anak yang membahas cara pandang Islam baik tentang tauhid, nilai etika, hukum, juga satrategi dan upaya yang dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah untuk mengatasi kekerasan dan diskriminasi pada anak. 

Fikih Perlindungan Anak Muhammadiyah dibangun di atas tiga nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyah) yakni tauhid, keadilan, dan maslahat. Kemudian diturunkan menjadi prinsip umum yang meliputi kemuliaan manusia, hubungan kesetaraan, dan kasih sayang.

Selanjutnya, hasil terjemahan dari nilai dasar dan prinsip umum adalah pedoman praktis perlindungan anak. Pedoman ini membahas hak-hak apa saja yang harus terpenuhi pada anak. Isinya adalah penjelasan mengenai hak hidup dan tumbuh kembang, hak sipil, dan hak perlindungan.

Dalam Fikih Perlindungan Anak, memuliakan anak berarti memastikan anak mendapatkan hak-hak dasar, perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, serta tumbuh kembang optimal.

Tanggung jawab untuk melindungi hak anak agar mendapat perlindungan dari kekerasan tidak hanya menjadi kawajiban orangtua, namun juga masyarakat dan negara. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan eksploitasi. Kekerasan yang dapat berdampak negatif pada perkembangan anak dan harus dicegah.

Nasyiatul Aisyiyah, sebagai sayap dakwah gerakan Muhammadiyah yang memiliki perhatian khusus terhadap isu perempuam dan anak harus menyuarakan Fikih Kelurga Sakinah dan Fikih Perlindungan Anak, sebagai respons dan upaya preventif untuk mendobrak struktur sosial yang memberikan kemungkinan perempuan dan anak sebagai korban kekerasan seksual sejak dalam keluarga kita. 

Setiap perempuan—dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual, adalah seruan bagi kita untuk membangun counter dari sistem sosial yang membiarkan kekerasan dan diskriminasi terus terjadi. Perempuan dan anak tidak seharusnya menjadi korban alamiah dari perilaku kekerasan sekusal, jika mitigasi dari sistem sosial yang tidak bisa memberikan ruang aman bisa diupayakan bersama oleh semua pihak yang peduli.

Perempuan adalah makhluk yang dimuliakan Allah, demikian syariat Islam menempatkan posisi perempuan dalam kehidupan. Maka menyurakan betapa pentingnya memuliakan dan menjaga kehormatan perempuan adalah kewajiban bersama umat Islam.